Namgu
Island
Ide
cerita : Song Dong Woo
Penulis
: Choi Hyun Hoon
Angin musim hujan yang sejuk memasuki ruang kelas lewat
celah-celah pintu dan jendela. Terhirup olehku dan merebak kedalam paru-paruku.
Udara begitu dingin setelah air hujan selesai mengguyur sekolah dan menyebabkan
timbulnya genangan air di lapangan. Seakan tak
memperdulikan dinginnya udara saat ini, sang guru tetap saja bercerita
tentang aktiva dan pengeluaran kas.
Aku menatap nanar kearah papan tulis. Menahan kantuk yang
sedari tadi menyiksaku. Bola mataku berkeliling. Menangkap gambaran beberapa
siswa laki-laki yang tertidur nyenyak di sudut kelas. Siswi-siswi perempuan
yang tengah mengobrol asik dengan suara pelan, dan beberapa murid yang sibuk
menggerakkan jari-jari mereka diatas keypad ponsel.
Tatapanku beralih ke deretan murid-murid pintar yang duduk
manis tanpa bicara di barisan depan. Mendengarkan penjelasan guru dengan
seksama dan sesekali mencatatnya di buku tulis rapi mereka. Kulirik teman
sebangkuku, ia mulai menguap dan menghapus air mata yang mucul di sudut
matanya. Entah ini sudah keberapa kalinya ia menguap, yang jelas pelajaran ini
sungguh membosankan.
Aku mulai merapikan buku-buku dan alat tulisku ketika jam di
dinding mulai menunjukkan pukul 14.55. sudah waktunya untuk mengakhiri kursus
konyol ini.
Pukul 15.00 tepat bel berbunyi, beberapa siswa yang tadinya
tertidur nyenyak mulai terbangun, merentangkan tangan mereka, dan mulai
merapikan buku-buku pelajaran yang tadinya dipakai sebagai alas tidur mereka.
“Baik anak-anak. Kursus hari ini selesai. Terimakasih.”
Kata-kata itu yang sedari tadi ingin kudengar dari bibir sang guru. Semua siswa
kini telah menenteng tas mereka masing-masing dan bersiap pulang kerumah
tercinta.
Aku menghampiri dua orang sahabatku yang lebih dulu telah
sampai dipintu kelas. Menepuk pelan pundak mereka dan tersenyum manis ketika
mereka berdua menoleh padaku.
“Hai, Kau terlihat sangat mengantuk.” Ujar Novie. Cewek
berkerudung dan berkacamata yang merupakan teman baikku.
“Yahh.. pelajaran tadi membosankan.” Jawabku pada mereka,
berjalan santai di tengah koridor sekolah yang sepi. Maklum, hari ini hanya
kelas kami yang mengadakan Kursus tambahan.
“Sangat. Sangat membosankan.” Celetuk Eka yang memiliki wajah
bundar nan lucu.
Aku tersenyum menanggapi kata-kata mereka. Itu berarti tak
hanya aku yang menganggap pelajaran tadi sangat membosankan.
“Sukma, ikut kami ke kamar mandi dulu ya..” Eka meminta
padaku dan aku tersenyum meng-iyakan.
Aku bersender di dinding di depan kamar mandi selagi mereka
berdua di kamar mandi. Menatap bangunan sekolah yang sepi, kearah matahari sore
yang membuat sekolah ini tampak menakutkan.
“Hai Sukma, aku duluan ya..” Ujar salah seorang teman
sekelasku. Aku melambaikan tangan menanggapinya. Ia tersenyum lalu berlalu
pergi.
CTAR!
Suara apa itu di sekolah yang sepi begini? Aku mengedarkan
pandangan ke sekeliling sekolah mencari sumber suara. Tak ada apapun. Bahkan
kedua temanku yang saat ini berada dikamar mandi pun tak segera berlari keluar
mendengar suara mengejutkan tersebut.
Mataku tetap mencari asal suara yang menyebabkan jantungku
berdetak lebih kencang dari sebelumnya, dan pandanganku terhenti di tengah
pintu kelas yang terbuka lebar. Tepat ditengah-tengah itu, muncul asap. Seperti
asap sebuah petasan. Tapi anehnya, asap itu semakin lama semakin besar dan
tebal seperti kabut. Membentuk sebuah lingkaran sebesar kedua pintu kelas
tersebut.
Aku menggigit bibir dan mengerutkan kening. Kabut apa itu?
Sambil berpikir, tak terasa aku sudah berdiri tepat didepan kabut tersebut.
Merasa penasaran aku memasukkan tangan kananku kedalam
lingkaran kabut. Tak terasa apa-apa. Aku mulai berjalan menembusnya. Namun aku tak segera melihat ruang kelas dengan
bangku dan meja yang tertata rapi. Yang kulihat hanya gumpalan kabut dan terus
seperti itu sejauh aku melangkah.
Tak ada hal lain selain warna putih dan suhu udara yang
semakin dingin. Kemana bola mataku memandang, yang terlihat hanyalah warna
putih dari kabut.
“Aww..”
Apa ini? Aku tersandung sebuah batu? Tapi aku tak melihat
apapun. Kemudian …
Aku rasa tubuhku sudah berguling-guling diatas sesuatu yang
menusuk-nusuk badanku, namun tidak terasa sakit. Hanya seperti digigit seekor
semut kecil di sekujur tubuh. Beberapa menit kemudian aku terhenti. Udara
terasa begitu dingin dari sebelumnya. Perlahan, aku mencoba membuka kedua
mataku. Berharap aku tergeletak dibawah kaki meja disebuah kelas. Namun yang
kulihat berbeda. Hamparan rumput hijau membentang sejauh mata memandang, ahh jadi ini yang menusuk-nusuk badanku,
rumput yang berdiri tegak sepanjang 5-7 cm. Aku mencoba berdiri, kulihat
barisan pepohonan yang tumbuh besar dengan daunnya yang lebat, dan langit yang tampak
begitu cerah.
Aku, berada dimana? Ku coba memejamkan kedua mata dan
membukanya lagi. Aku mendesah kecewa ketika kusadari bahwa ini semua bukan
mimpi.
*FTISLAND*
Udara dingin + angin sepoi yang dihasilkan dari goyangan
pelan beberapa pohon berhasil menembus jaket dan seragam putih abu-abu ku. Aku
terus berjalan menyusuri bukit rerumputan ini, namun tak kutemui juga ujungnya.
Dari perjalananku, kutemui sekitar 5-8 pohon sakura yang
tumbuh subur di bukit ini. Apa mungkin aku telah terhempas ke Negara Jepang? Sebaiknya
aku terus berjalan dan menemui seseorang untuk memastikan aku berada dimana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar