Selasa, 29 November 2011

ABC (Association of Beghejekan Children)


Hae..namaku Dika..aku anak kelas 1 SMA PELITA JAYA..
Disini aku akan memperkenalkan pada kalian semua teman-temanku di kelas X-1..eitz jangan kemana-mana, simak terus ceritaku karna ku jamin bakal seru..key

Laboratorium milik sendiri, Sidoarjo 25 Juni ‘09
            Ini adalah temanku, Imron, nama panggilan dari sebuah nama asli Ridho Maulana. Aku tak tau darimana ia menyandang nama Imron, bahkan waktu MOS masuk SMA dulu aku dan teman-teman ku sempat menyangka kalau dia gila.
Prasangka kami padanya seiring waktu berubah, dia adalah seorang bibit bangsa yang siap diperlombakan dalam ajang sains Internasional. Dirumah, ia mempunyai sebuah laboratorium sendiri, setiap ilmu yang ia dapat langsung di praktekkan di rumah. Ia juga sering menguji teori-teori ilmuwan sains terkenal seperti Sir Issac Newton, Thomas Alva Edison, James Watt, bahkan ilmuwan bidang Kimia. Kami ingat cita-citanya saat perkenalan MOS dulu, ia ingin sekali menjadi ilmuwan yang berpengaruh terhadap dunia setelah Einstin, cita-cita yang sangat bagus, hhmm..tapi sungguh konyol bagiku.
Sekarang ia bekerja di laboratoriumnya seorang diri, ia ingin mengembangkan teori peng-kloningan terhadap mamalia, tepatnya Kingkong si kera besar. Ia ingin memberikan hasil risatnya kepada pemerintah sebagai reaksi atas punahnya mamalia ini di bumi pertiwi.
Ia menggunakan beberapa cairan kimia untuk membuat percobaan tersebut. Entah apa bahan kimia yang ia gunakan, sepertinya butuh kata-kata dan bahasa tingkat tinggi dan elit untuk menjelaskannya.
Suatu ketika, terjadi kecelakaan dalam laboratoriumnya, ia salah mengatur cairan kimia sebagai bahan cloning. Alhasil, penemuannya berhasil melampaui batas, tadinya ia ingin mengembangkan hasil kloningnya dengan terkendali menjadi berantakan. Kingkong yang tadinya satu berkembang tak terkendali menjadi banyak, bahkan sangat banyak. Jumlahnya sampai keluar dari laboratorium dan menghancurkan kota. Si jenius Imron pun tak bisa berbuat apa-apa kecuali menjadi buron polisi.

SMA PELITA JAYA, Sidoarjo 10 Agustus 2009
Srak, srak, srak, aku berjalan menuju sekolah dengan sebuah headset yang menggantung di telingaku. Sambil berjalan ku pejamkan mata dan mengangguk-angguk-an kepala bagaikan Dj professional. Tapi tiba-tiba.. Dukkk!!!
“Adaow..brengsek.” teriakku kesakitan. Ternyata aku tersandung oleh sebuah batu berukuran sekepal tangan. Ku ambil batu itu dan ku angkat ke udara, “Hei batu, mau ajak berkelahi kau?” teriak ku kesal pada batu itu dan karena marah yang meluap-luap ku lempar batu itu ke seberang sungai. Prrang!!! Gawat, ternyata batu itu malah mengarah ke kaca rumah salah satu penduduk, aku langsung lari kocar-kacir karena di kejar perasaan bersalah.
Aku berjalan di koridor sekolah menuju ke kelasku, bagaikan tak pernah terjadi apa-apa, ku berjalan dengan santai. Semakin dekat, ku lihat teman-teman akrabku sedang duduk santai di depan kelas. Dengan kacamata hitam yang menempel di mataku, headset yang menggantung di telingaku, ku berjalan layaknya pengusaha sukses.
“Hai broo..” sapa teman-temanku bersamaan, Ando, Ferry, Sunu, Wahyu, Viky, Kaka, Raka, dan terakhir Herman.
“1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8.” Satu persatu ku tunjuk ke-delapan temanku, lalu jari telunjukku mengarah ke dadaku, “9, hei, mana Ade? Belum datang ya?” tanyaku pada mereka.
Dari kejauhan ku lihat Ade, temanku yang paling gendut daripada yang lainnya ini datang sambil senyum-senyum sendiri. Seperti orang gila yang kabur dari Rumah Sakit Jiwa dan kesasar ke sekolah.
“He..he..he..!!! haa..ha..ha..haa..” Ade tertawa terbahak-bahak tidak jelas apa penyebabnya.
“Eh gendut, ngapain kamu tertawa nggak jelas gitu?” Tanya Herman.
“Hehehe aku tadi habis liat 2 insan yang lagi bertengkar, hahaha..” jawab Ade sambil menahan tawa, wajahnya udah kaya’ kepiting rebus saking merahnya.
“He bego’, orang bertengkar kok di tertawakan. Emang siapa yang lagi bertengkar?” Tanya Herman makin penasaran.
“Hehehe..kalian mau tau siapa yang lagi bertengkar itu? Itu tuh, si Klepon (Rakhes) dan pacarnya. Sebentar lagi dunia bakal heboh. Dan kalian tau nggak apa yang ngebuat heboh? Si sombong Pokes selingkuh ma nenek-nenek.” Jelas Ade panjang lebar.
“Apa? Selingkuh ma nenek-nenek? Ha..ha..ha..” tawa kami ber-sembilan tak bisa di tahan lagi.
“Eh gimana tuh ceritanya?” Tanya Kaka, si mulut besar.
“Gini, tadi di depan sekolah, ceweknya Klepon ngeliat Klepon mbonceng nenek-nenek.”
“Gila amat ceweknya, cemburu kok sama nenek-nenek.” Kata Kaka dengan penuh rasa heran.
“Ternyata Klepon lupa jemput ceweknya dan malah bonceng nenek-nenek.”
“Tapi kenapa dia lebih suka bonceng nenek itu? Apa nenek itu lebih cantik dari pacarnya? Apa lebih seksi dari pacarnya? Atau nenek itu lebih muda dari pacarnya?” Tanya Kaka dengan mimic muka yang sangat bingung dan pandangan yang sangat serius. Matanya yang melotot terlihat hampir copot dari kelopak matanya. Dan mulutnya terbuka lebar saking bingungnya, kira-kira cukup untuk kandang Gajah sih.
“Eh ka, lama-lama aku sogrok linggis mulutmu. Aku tidak tau alasannya kenapa, yang aku tau si Klepon tadi bertengkar ma pacarnya.” Jawab Ade si gendut
Bel tanda masuk kelas berbunyi. Semua siswa masuk ke kelas masing-masing, tak terkecuali si Imron. Di kelas, Imron terkenal dengan kepintarannya. Semua mata pelajaran ia kuasai. Apalagi pelajaran Sains dan Matematika logis. Semua guru dan siswa tau akan kemampuannya. Aku berfikir apa tuhan mengisi kepalanya dengan otak atau dengan prossesor? Jika di isi dengan prossesor berapa kecepatannya? Apakah Cor2duo? Aku sangat mengagumi kecerdasannya.
Tapi aku juga sangat membenci sifat-sifatnya yang sombong itu. Dia terlalu menganggap remeh kami. Memang sih jika dibandingkan dengan Imron kami tidak ada apa-apanya. Ibaratnya Imron adalah computer level Cor2duo sedangkan kami adalah computer level Pentium 1 yang di gunakan anak TK untuk mainan.
Maka dari itu ia tidak mau berteman dengan kami. Dia merasa lebih baik dari kami ber-sepuluh. Dan maka dari itulah kami tidak mau memanggilnya Imron, tapi Klepon. Klepon adalah semacam makanan tradisional yang tentu saja enak di makan.
***
Bel pulang berbunyi. Biasanya kami ber-sepuluh nongkrong di warung dekat jalan. Kami biasanya minum kopi bersama. Tapi dari kami ber-sepuluh ada satu anak yang paling aneh saat minum kopi, Raka. Dia biasanya mencampur kopi panas dengan sprite dingin, katanya, cara minum seperti itu membuat orang jadi keren dan tampan. Biarlah, setiap orang kan punya asumsi sendiri-sendiri. Terkadang si Klepon lewat di hadapan kami, Viky selalu menawari untuk bergabung.
“Eh Klepon, gabung sini yuk!”
“Kalian ingat ya, aku nggak akan pernah mau berteman dengan orang-orang bermasa depan suram seperti kalian.” Begitu selalu jawaban Klepon dengan angkuh sambil pergi meninggalkan kami.
“Hei Klepon!! Masih untung kami bermasa depan suram, dari pada kamu petang tanpa cahaya tau nggak!?” Viky tetap menanggapi sambil berteriak.
“Eh, sabar-sabar, agama kita melarang kita berteriak-teriak dengan orang sombong.” Tegur Ferry pada Viky.
“Mengapa?” Tanya Viky heran.
“Ya karena Cuma menghabiskan suara saja, singkatnya itu adalah pemborosan suara.”
“Yyeeee” respon kami ber-sembilan serempak.
Tak berapa lama kopipun terhidang di hadapan kami. Tanpa kompromi lagi si gendut langsung menyeruput kopi itu.
“Brussh! Haaa..!! panas!!!”
Kopi panas di semburkan gendut dari mulutnya ke muka Herman.
“Haaa..!!! brengsek, panas bodooh.” Herman berteriak-teriak di depan muka gendut.
“Eh gendut, kamu tau nggak kenapa perutmu besar? Itu karena makanan yang ada di perutmu itu nggak ikhlas kau makan.” Lanjut Herman.
***
Dumn.. dumn… dumn.. brang.. darr..jdumn..!!! bangunan, rumah, hotel, gedung, mall, dan lainnya rusak berantakan. Kingkong-kingkong akibat ulah si jenius Imron tak terhitung jumlahnya menghancur leburkan kota. Dari warung tempat kami nongkrong sambil minum kopi, terlihat kera besar itu berkeliaran di jalan raya. Motor dan mobil kewalahan. Bahkan truk pengangkut gula pun dikeroyok dan dirobohkan. Suasana kota layaknya Inggris pasca Perang Dunia I.
Kami ber-sepuluh langsung lari meninggalkan warung tanpa memperdulikan pemilik warung. Tanpa sadar, kami meninggalkan warung tanpa membayar terlebih dahulu.
“Hei..bayar dulu dong..!! beli kopi juga pake uang!! 20.000,-” teriak pemilik warung dengan nada kesal.
Akhirnya kami kembali lagi dan memberikan sejumlah uang yang diminta.
“Dasar anak muda jaman sekarang, nongkrong kok nggak bawa uang.” Gerutu si pemilik warung.
Aku dan kesembilan temanku berhenti di pertigaan jalan.
“Teman-teman, kita pulang ke rumah masing-masing dan kembali lagi kesini dengan membawa senjata masing-masing. Ini adalah tugas kita sebagai penerus generasi muda.” Kata Ferry, ketua genk kami
“Yaaa!!!” seru kami hampir bersamaan.
Tiga puluh menit berlalu, kini kami semua berkumpul dengan membawa senjata dan pakaian yang berbeda.
·         Ferry, memakai baju putih layaknya Pak Uatadz dari Arab dan membawa 8 busur anak panah karena ia mengilhami penampilan orang mukmin saat perang Badar.
·         Ade, memakai baju tentara dengan sebuah pentungan besar ditangannya.
·         Aku, memakai baju lengan panjang layaknya seorang pahlawan dan sebuah basoka di tanganku.
·         Ando, memakai baju polisi dengan dua buah granat di tangannya.
·         Raka, memakai jas dan celana hitam panjang layaknya pengusaha sukses dan berkantong-kantong bom berbentuk bola di tangannya.
·         Herman, memakai baju karate dengan tangan kosong tanpa membawa senjata “dasar gila”.
·         Wahyu, berpakaian seragam sekolah dengan dua pistol di tangannya, aku berpikir dia sedang minim kostum.
·         Sunu, berpakaian layaknya ninja dari Jepang dengan dua pedang di punggungnya.
·         Kaka, memakai kaos oblong dan celana tiga perempat. Ia membawa semacam besi bundar seperti kaset CD tapi bagian tepinya bergerigi.
·         Terakhir, Viky. Apa kalian tau ia berpakaian dan membawa apa? Ia berpakaian seperti supir truk. Dan kalian tau apa yang ia bawa untuk berperang? Hanya kunci truk. Ya!! Hanya itu.
***
Sebelum kami berperang, Raka mengambil Hp-nya dan menghubungi pacarnya.
“Halo sayang, ini aku. Aku mau perang nih, doa-in aku ya yank.”
“Oh ya, tetap hidup ya yank, ku doa-in kok.” Jawab pacarnya dengan nada super lembut.
“Kalau aku nggak hidup gimana?”
“Ya aku cari pacar lagi yank.”
“Ha..a..a..?! nyebelin.” Tutup Raka sambil merengek.
Setelah Raka selesai menelpon pacarnya, Hp-nya di berikan pada Ade yang mau telpon mamanya.
“Halo ma, ni aku Ade.”
“Ya ada apa anakku sayang?” suara wanita paruh baya di sebrang menjawab.
“Gini ma, aku mau perang..”
“Apa? Mau tawuran? Sama siapa? Anak PAL? Atau anak STM?”
“Nggak ma..aku mau..”
“Awas kamu kalau sampe babak belur, mama bawa ke makam kamu nanti!!” ancam mama Ade.
Telepon langsung ditutup tanpa ba-bi-bu lagi. Ade memang sering tawuran sama anak sekolah lain. Kalu dihitung sih sudah 7 kali dia masuk rumah sakit karena tawuran. Setelah Ade, telepon di oper ke Ando, ternyata Ando mau telepon managernya.
“Halo, manager tolong cancel semua jadwal konser saya ya!”
“Iya, tapi kenapa?”
“Sudah, terima kasih.”
Telepon di matikan Ando, diberikan ke Kaka tapi tidak mau. Ke Sunu juga tidak mau. Lalu di berikan ke Ferry yang ternyata mau telpon gurunya, Ustadz Jefri Al Bururi.
“Halo Pak Ustadz, ini Ferry.”
“Iya, kenapa wahai hamba Allah?”
“Aku mau berjihad, doa-kan aku ya tadz.”
“Oh begitu, baiklah. Semoga kuasa Allah menyertaimu dalam berjihad.”
“Terima kasih, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”
Telepon di berikan kepadaku, aku menghubungi kakekku yang sudah tua dan telinganya bermasalah.
“Halo Kakek, ini aku Dika.”
“Siapa? Ronaldo?”
“Bukan Kek, ini aku Dika cucu Kakek.”
“Oh Dika, cucuku yang goblok, mangkak, dan lungset itu ya?”
“Ya, terserah deh Kek. Kakek ini aku mau perang.”
“Apa? Ke Afghanistan? Titip oleh-oleh ya nak. Kakek Cuma mau kopi bubuk Afghanistan.” Kata kakek dengan semangat.
“Akh…kakek budeg.” Kataku sambil menutup telpon.
“Ha..ha..ha..mau perang kok minta oleh-oleh?! Oleh-oleh mayat ya kakekku sayang.” Kata Ade dengan nada mengejek. Telepon lalu diberikan ke Wahyu.
“Halo bibi, ini aku Wahyu. Tolong berikan telponnya ke Heli.”
“Iya Den Wahyu.”
“Heli, pus pus, meong meong, pus pus meong meong, meong meong pus.”
Ternyata Wahyu sedang menelepon kucing kesayangannya untuk berpamitan. Telpon di berikan pada Herman tidak mau, Viky juga tidak mau. Akhirnya telpon kembali ke Raka.
“Baiklah semua, kita langkahkan kaki kanan kita untuk berperang.” Orasi Ferry pada kami semua.
“Before we fight, let’s prey together, play began, now.” Aku memimpin doa. “Finish.”
“Oke semua. Siap berperang…..JALAN!!!” teriak Ferry.


Bersambung …

  



5 komentar:

  1. hahaha konyol men !
    lucu deh ceritanya. aku suka :)

    BalasHapus
  2. kok aku lali yo siapa aja tuh..
    siapa yang raka ? siapa yang viky ? dan yang laennya ..

    kasih bocoran dong...

    BalasHapus
  3. Syahrul : kalo pake nama asli kasian yang antagonisnya .. (tau kan :D)

    BalasHapus