Jumat, 21 Oktober 2011

Cerita baru .. :D



Dita Aristi memandang keluar kejalanan belakang apartemennya, melihat ramainya orang berlalu lalang di hari Senin pagi. Sambil matanya berkeliaran memandangi setiap orang yang jalan melewati apartemennya, ia menyesap teh manisnya. Keadaan kota Jogja pagi ini begitu cerah, membuat setiap orang ingin keluar rumah untuk segera berangkat kerja, sekolah atau hanya ingin berjalan-jalan santai. Dita menyesap tehnya lagi dan masih terus memandangi ramainya jalan. Namun tepukan pelan dibahu kirinya membuatnya memalingkan wajah.
“Kau libur kuliah hari ini?” tanya Sandy. Cewek manis berambut lurus sebahu itu teman se-apartemen Dita. Ia masih mengenakan pakaian tidur dan juga memegang segelas teh manis di tangan kanannya.
Dita menggeleng pelan. “Aku masuk hari ini, ada 3 mata pelajaran dan ada tugas yang belum sempat ku selesaikan.” jawab Dita sambil menyesap teh manisnya lagi. “Lagipula hari ini akan ada kunjungan beberapa wisatawan ke Perpustakaan.”
“Jam berapa kau akan berangkat?” tanya Sandy lagi, sambil berjalan kearah sofa, meletakkan teh manisnya di atas meja, dan mengambil beberapa kue dari dalam stoples. Setelah berhasil mengunyah satu kue, ia memalingkan wajah kearah Dita.
“jam 10.” jawab Dita sambil kembali memusatkan perhatiannya ke arah jalanan Kota Jogja.
“Kalau begitu, kau harus segera pergi mandi kalau tak ingin terlambat hari ini.” yang berkata kali ini seorang cewek hitam manis yang hobi sekali merias wajahnya dan tidak pernah tertinggal fashion. Tika keluar dari kamarnya, sama dengan Sandy dan Dita, ia masih mengenakan pakaian tidur pink-nya namun ia tidak memegang secangkir teh, tangan kirinya memegang rambut pirangnya, tangan kanannya memegang sebuah sisir. Ia berjalan ke arah Sandy dan ikut mengambil beberapa kue.
Dita memalingkan wajahnya dan melihat jam yang tergantung manis di dinding apartemennya. Namun sepertinya kali ini jam dindingnya sedang tidak bersahabat dengannya. 08.20. Dita mengambil nafas cepat dari hidungnya dan mengeluarkannya perlahan lewat mulutnya. Kemudian ia meletakkan cangkir tehnya diatas meja dan pergi mandi.
40 menit kemudian Dita sudah siap untuk berangkat kuliah ketika ia melihat kedua sahabat satu apartemennya yang sedang sibuk menonton acara gosip di televise.
Dita berdiri ditengah pintu sambil melipat kedua lengannya di depan dada. “Apa kalian tidak ada kuliah hari ini?” tanyanya.
“Tidak, aku libur hari ini.” jawab Sandy tanpa menoleh sedikitpun.
“Dosenku sakit, ia hanya memberiku sedikit tugas hari ini.” yang ini juga dijawab Tika tanpa menoleh.
Dita menghela nafas panjang. “Baiklah, aku berangkat.” serunya sambil menutup pintu.

##
Dita berjalan sambil menunduk memandang sepatunya, ia berjalan dengan gontai. Setelah lulus SMA 3 tahun yang lalu, ia bersama dua orang sahabatnya telah memutuskan untuk kuliah di Jogja, meskipun hidupnya sekarang jauh dari orang tuanya yang berada di Surabaya, namun ia senang berada disini. Tapi, ketika ia sedang sendiri dan galau seperti ini, bayangan itu selalu muncul tiba-tiba dan mulai mengusik hatinya. Dita berhenti sejenak, memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya dengan keras. Berharap bayangan itu sirna dari otaknya. Kemudian, ia kembali memusatkan untuk berangkat kuliah hari ini. Untung ia memilih apartemen yang dekat dengan kampusnya. Jadi ia hanya perlu berjalan beberapa menit untuk sampai ke sana.
“Apa kau bisa berjalan seperti itu sampai kampus nanti?”
Dita menoleh ke sumber suara. Ternyata Fahmi, teman baiknya sejak ia masuk universitas dan memilih jurusan yang sama. Cowok bertubuh tinggi tegap dan berambut pendek itu maju dan menyamakan langkahnya disamping Dita.
“Kau ada masalah dengan seseorang hari ini?” tanyanya.
Dita menggeleng. “Tidak.” ia tetap memandang sepatunya tanpa menatap Fahmi. Ia memang sedang tidak ada masalah dengan orang lain, tapi ia bermasalah dengan hatinya, dengan batinnya yang selalu menatap masa lalu meski otaknya menginginkan untuk melihat masa sekarang.
“Kau terlihat kusut dan pucat hari ini, kau yakin tidak ada apa-apa?” desak Fahmi.
Kali ini Dita menoleh. “Aku yakin tidak ada apa-apa dengan diriku Fahmi.” Ia tersenyum, namun hatinya tidak. Sudah jelas ia kenapa-kenapa hari ini. Wajahnya kusut, pikirannya buntu, ia tak tau lagi apa yang harus dilakukan setelah ia teringat kembali bayangan masa lalunya.
Mereka berdua berjalan dalam diam sampai kampus. Fahmi yakin Dita sedang ada masalah meskipun ia tak ingin menceritakan masalah itu. Akhirnya Fahmi memilih diam dan tidak bicara apa-apa. Setelah sampai gerbang kampus, Dita kembali menatap Fahmi.
“Fahmi, sebaiknya aku kekelas dulu, ada beberapa tugas yang belum sempat aku kerjakan.” Dita berlalu, meninggalkan Fahmi yang heran dengan sikapnya hari ini.
Fahmi memandangi punggung Dita yang semakin menjauh dari pandangannya, ia yakin ada yang aneh pada gadis itu hari ini. Sudah 3 tahun ia mengenal Dita, gadis pertama yang ia lihat saat memasuki gerbang kampus, yang hanya memakai kaos putih dan celana jeans sambil menggendong tas ransel. Tersenyum dan bercanda pada salah seorang temannya. Ketika Fahmi tahu bahwa ia satu jurusan dengan Dita, ia semakin mengagumi gadis itu.

##

“Sial, aku hanya ingin pulang cepat hari ini, banyak hal yang harus kuselesaikan. Kenapa harus disuruh membantu dosen segala?”
Dita berjalan menyusuri halaman luas kampus, ia menggendong beberapa buah buku tebal didepan dadanya. Mulutnya dimajukan beberapa senti, alisnya disatukan hingga ketengah, pandangannya gusar, tanda ia kesal setengah mati hari itu. Padahal hari ini akan ada kunjungan beberapa wisatawan ke perpustakaan tempat ia kerja part time, tapi sampai saat ini ia masih memutari halaman kampus mencari dosen yang menyuruhnya mencari buku-buku itu diruangan dosen dan memberikannya pada dosen itu.
Setelah sekitar 15 menit memutari halaman kampus, dosen yang dicari sedang enak-enakan makan di kantin. Dita berlari memberikan buku-buku sialan itu, meninggalkan dosen dan berjalan cepat kearah perpustakaan. Ia hidup sendiri tanpa keluarganya disini, jadi jika tak ada keperluan yang begitu penting, ia hanya akan berjalan kaki untuk mencapai tujuannya tersebut.
Sesampainya di perpustakaan, Dita melihat beberapa wisatawan yang sedang berkeliling dipandu oleh seseorang. Mitha.
“Sial, sial, sial. Aku terlambat. Hanya butuh 1 orang untuk mendampingi wisatawan-wisatawan itu. Dan jika Mitha sudah menggantikanku, aku jadi tidak bisa melatih bahasa Inggrisku dengan wisatawan asal Jerman itu.”
Hari ini ia merasa sangat kesal. Ia berharap tidak ada kesialan lagi yang menunggunya nanti. Dita memasuki ruang baca-pinjam. Berjalan kearah belakang meja perpustakaan dan siap melayani pengunjung yang datang.
“Dita, bisa kau bantu salah satu pengunjung itu?” Ria berkata sambil menunjuk ke salah satu pengunjung.
Dita mengikuti arah telunjuk itu. “Laki-laki itu? Yang memakai jaket biru?”
“Ya, ku perhatikan dari tadi ia mondar mandir disitu. Aku rasa ia kebingungan. Tolong, aku harus meng-entri data.”
“Baiklah.”
Dita berjalan menghampiri laki-laki tersebut, semenjak ia pindah ke Jogja ia langsung berusaha untuk bisa berkerja paruh waktu disini karena ia sangat menyukai baca, dan jika ia bekerja disini ia bisa membaca buku apa saja. Gratis. Ketika impiannya itu dikabulkan oleh Tuhan, ia tak ingin menyia-nyiakannya. Jadi ia harus bekerja dengan baik disini.
“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” Dita menepuk pelan pundak laki-laki itu dan berkata dengan memasang senyum manis dibibirnya.
Sepertinya laki-laki itu sedikit terkejut, ia mundur beberapa langkah dan memandangi Dita.
“Aku bekerja disini. Adakah yang bisa ku bantu?”
Laki-laki itu kembali memusatkan perhatiannya pada tumpukan buku di rak. “Tidak ada.” Jawab laki-laki itu datar. Tanpa ekspresi.
“Kulihat dari tadi sepertinya kau kebingungan. Buku apa yang kau cari?”
Hening. Laki-laki itu diam. Matanya masih berkeliaran mengamati setumpuk buku-buku di rak. Dita disampingnya, menunggunya bicara untuk bisa membantu mencari buku apa yang diingankan. Namun, sepertinya laki-laki itu merasa terganggu, ia berhenti mencari dan melirik kearah Dita.
“Untuk apa kau masih berada disini?”
Senyum Dita lenyap, ia membuang nafas sebal. “Aku tadi berkata adakah yang bisa kubantu?”
“Dan aku tadi berkata tidak ada.” Laki-laki itu masih berkata datar dan tanpa ekspresi, kemudian ia berjalan menjauh membelakangi Dita. Matanya masih sibuk mencari buku. Dita kesal bukan main. Sudah cukup kesal ia hari ini, ditambah lagi bertemu dengan laki-laki sombong seperti itu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar